ADU LEMBING DI PULAU ARWAH

Fouri Gesang Sholeh

Perang selalu dibenci, namun berbeda dengan masyarakat Sumba yang setiap tahun menggelar "perang" antara suku sebagai salah satu bentuk ketaatan kepada leluhur.

Tradisi "perang" pasola yang diawali dengan menangkap nyale atau cacing laut yang hanya muncul di pesisir pantai kawasan pulau yang diwarnai padang savana dengan kuda-kuda berkeliaran di atasnya ini.

Usai para Rato atau tetua suku memberikan aba-aba dan mantera mulailah sejumlah lelaki dari melecut kudanya saling mengarah dan mengangkat "sola" atau lembing siap untuk dilempar ke arah lawan.

Tak peduli terik matahari dan panas pasir pantai, penganut agama Merapu yang mengangungkan arwah nenek moyang ini terus memacu kuda dan melemparkan lembing berusaha mengenai lawannya.

Meski berisiko terluka bahkan kehilangan nyawa seperti yang pernah terjadi dalam beberapa kali pasola, adalah kebanggaan bagi lelaki untuk ikut pasola. Bagi yang enggan dianggap akan membawa sial bagi keluarga mereka.

Meski dalam pasola acapkali diwarnai pertumpahan darah, namun tidak pernah ada dendam yang terpahat dalam hati.

"Demi pasola, ada darah tidak apa-apa, nyawapun tidak masalah," ungkap Ofan, pemuda Sumba sambil memperhatikan pemuda lain melemparkan lembingnya.

Kalaupun akan membalas darah ataupun nyawa, itu dilakukan di medan pasola tahun depan di sekitar bulan Februari atau Maret yang menjadi ajang atraksi budaya potensial yang perlu mendapat sentuhan pihak terkait agar lebih membawa manfaat bagi masyarakat pulau arwah ini.

Foto dan Teks: Fouri Gesang Sholeh

Lisensi

Pilih lisensi yang sesuai kebutuhan
Rp 3.000.000
Reguler
Editorial dan Online, 1024 px, 1 domain
Rp 7.500.000
Pameran dan Penerbitan
Pameran foto, Penerbitan dan Penggunaan Pribadi