SANG PECINTA BUKU DARI NAJAF

Pandu Dewantara

Di jantung kota suci kaum Syiah, Qom, di Iran, tak jauh dari makam salah satu keturunan nabi Muhammad SAW, Hajjrat Fatimah Maksumah, terdapat sebuah gedung kokoh setinggi tujuh lantai. Konon gedung ini dibangun dan dilengkapi dengan bunker dan konstruksi tahan serangan bom untuk melindungi "kekayaan" yang tersimpan di dalamnya.

Tak ada yang istimewa saat memasuki gerbang gedung perpustakaan ini, kecuali kita akan disambut sebuah makam. Makam dengan teralis logam dan dilapisi kaca tembus pandang yang di dalamnya diberi penerangan lampu berwarna hijau. Makam ini adalah tempat peristirahatan terakhir bagi jasad sang kolektor dan pendiri salah satu perpustakaan warisan Islam terbesar di dunia, Ayatullah Marashi Al Najafi.

Sang Ayatullah yang bisa dikenali dari namanya, bukanlah berasal dari Iran melainkan lahir dan dibesarkan di kota Najaf, yang merupakan basis kaum Syiah di negeri Irak. Lahir pada 21 Juli 1897, Marashi kecil mewarisi darah keilmuan dari ayahnya Ayatullah Mahmud Husaini yang membawanya hijrah ke Iran pada 1923.

Marashi al Najafi yang wafat di usia 96 tahun, hingga akhir hidupnya dikenal sebagai ahli hukum, ahli fiqih, Grand Marja Syiah di dunia, ahli silsilah, sejarawan, peneliti dan pelindung warisan Islam terkemuka.

Perpustakaan yang merupakan satu dari tiga perpustakaan Islam terbesar di dunia ini memiliki koleksi 75.000 manuskrip langka yang 65% isinya ditulis dalam bahasa Arab sementara sisanya dalam bahasa Iran, Turki, Urdu, Abisinia, Syria dan Latin.

Marashi mencari dan mengkoleksi buku-bukunya dengan obsesi mulia seorang pecinta kitab sejati. Dia mengurangi jatah makannya bertahun-tahun dan rela menjual pakaian dan perlengkapan rumah tangganya untuk mendapatkan kitab yang diinginkannya. Tak cukup dengan itu, dia pun menempuh jalan spiritual dengan memohon kepada Tuhannya hingga bertahun-tahun untuk mendapatkan kitab yang diinginkannya.

Keunikan lain dari perpustakaan ini adalah adanya kitab Zabur yang masih ditulis dengan menggunakan bahasa Latin dan berbagai kitab suci kuno, termasuk Al-Quran kuno yang ditulis dengan berbagai macam gaya penulisan dan media penulisannya. Ada juga kitab astronomi karya salah seorang pemikir besar Islam Al-Thusi, bahkan buku tulisan tangan karya filsuf besar Islam paling mutakhir, Mulla Sadra.

Sang Mullah kini telah tiada. Dia wafat pada 29 Agustus 1999 dengan meninggalkan warisan berupa buku-buku yang dikumpulkan dengan penuh kecintaan. Buku-buku itu akan tetap menjadi rujukan tak ternilai bagi generasi ilmuan dan peneliti hingga akhir zaman.

Satu wasiat terakhir sang Ayatullah yang menjadi cerminan watak sejati kecintaannya pada ilmu yang tak lekang hingga ajal menjemput adalah, "Kuburkan aku di pintu masuk perpustakaanku, agar kaki-kaki para ilmuwan dan peneliti Islam berderap melintasi kuburanku".

Teks dan foto: Pandu Dewantara

Lisensi

Pilih lisensi yang sesuai kebutuhan
Rp 3.000.000
Reguler
Editorial dan Online, 1024 px, 1 domain
Rp 7.500.000
Pameran dan Penerbitan
Pameran foto, Penerbitan dan Penggunaan Pribadi