SEMANGAT PERJUANGAN DARI MUSEUM MULTATULI

Nyoman Budhiana<br />

Rumah mungil tempat kelahiran Multatuli, 2 Maret 1820 itu kini masih bertahan dalam arsitektur aslinya menjadi museum yang .menyimpan lebih dari 3.000 buku, brosur, foto, poster, kliping dan peralatan pribadinya berupa bola dunia, sofa serta meubel.<br />

<br />

Multatuli yang berarti "aku sudah banyak menderita", adalah nama samaran penulis Belanda, Eduard Douwes Dekker yang juga dikenal dalam sejarah perjuangan Bangsa Indonesia sekitar tahun 1839-1857. Novel Max Havelaar (1860) menjadi karya sastra Belanda paling terkenal di dunia yang menceritakan penderitaan masyarakat Lebak, Banten, Jawa Barat ketika tersiksa oleh penerapan tanam paksa pada era kolonial ketika itu.<br />

PERPUSTAKAAN MULTATULI

MAX HAVELAAR

<br />

Novel yang mengecam pemerintahan kolonial Belanda itu menginspirasi novelis Eropa lainnya seperti Van Deventer dan Pieter Brooshooft serta tokoh perjuangan kemerdekaan Indonesia seperti R.A Kartini dan presiden pertama Indonesia, Soekarno sebelum memproklamirkan kemerdekaan RI pada tahun 1945. <br />

<br />

TETAP BERTAHAN

BOLA DUNIA

Menurut Kurator, Willem Van Duijn, Museum Multatuli hingga kini masih bertahan hidup lebih dari 150 tahun semata-mata karena semangat dan dukungan dari "Multatuli Society" yang dibentuk sekitar tahun 1945. Mereka menginginkan museum itu tetap bertahan, independen dan mandiri.<br />

<br />

Museum Multatuli yang terletak di kawasan  Korsjespoortsteeg 20 Amsterdam, Belanda saat ini tidak lagi mendapatkan dukungan dana dari pemerintah setempat, meski demikian, semangat perjuangan Multatuli lewat karya sastranya hingga kini masih tetap dikibarkan dari rumah mungil nan sempit itu.<br />

REPRODUKSI KARYA

MUSEUM

<br />

MENDERITA

Foto dan teks : Nyoman Budhiana<br />

Lisensi

Pilih lisensi yang sesuai kebutuhan
Rp 3.000.000
Reguler
Editorial dan Online, 1024 px, 1 domain
Rp 7.500.000
Pameran dan Penerbitan
Pameran foto, Penerbitan dan Penggunaan Pribadi