GENGSI PUN MEMBANTAI SI HIU

<br /> Dedhez Anggara<br />

Sebagai salah satu predator teratas, Hiu mengontrol distribusi populasi hewan laut dalam rantai makanan. Namun nasib malang sang gigi putih tersebut dipertaruhkan hanya untuk menunjukan gengsi bagi kalangan tertentu dengan mengkonsumsi siripnya. <br /> Indonesia merupakan salah satu negara penangkap ikan hiu terbesar di dunia saat ini. Dari data Traffic.org salah satu lembaga yang memantau perdagangan satwa liar di dunia menyatakan selama tahun 2000 - 2010, Indonesia adalah penangkap hiu terbesar di dunia. Penangkapan besar-besaran ini akibat lonjakan jumlah permintaan pasar terhadap produk hiu. Produk tersebut diekspor dalam bentuk sirip, minyak hati, kulit, bahkan dagingnya. <br /> Di Indramayu tepatnya di Desa Pabean udik misalnya, banyak warga mencoba peruntungan dengan menjadi pengolah pengeringan sirip hiu dan kemudian dijual ke eksportir yang ada di Jakarta dan Surabaya untuk memenuhi pasar di Asia. Mereka mendapat pasokan sirip hiu dari nelayan yang melaut di sekitar perairan laut Jawa dan Natuna. Untuk sirip hiu kualitas super yang berukuran 10 hingga 20 sentimeter dijual seharga Rp. 1,5 juta hingga 3 juta sesuai standar ekspor. Dalam sehari, pengolah sirip hiu mampu mendapat sekitar 100 kilogram sirip hiu dari nelayan yang bermuara di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Karangsong. <br /> Sirip Hiu tersebut dikirim ke berbagai negara di asia salah satunya ke Hongkong, disana sirip hiu diolah menjadi sup dengan harga yang cukup mahal, hingga orang-orang tertentu yang mampu mengkonsumsi sup dari sirip hiu tersebut. Bahkan salah satu LSM yang mengkampanyekan SOShark (Save Our Shark) mengatakan, Hiu dibantai hanya untuk gengsi semata, karena dianggap sup sirip hiu merupakan makanan sejarah dari bangsa Cina kuno sup hiu menjadi santapan untuk raja atau keluarga kerajaan.<br /> Sementara di Uni Eropa sendiri sudah mulai mengurangi mengkonsumsi sup sirip hiu karena banyak desakan dari LSM dan melakukan pertemuan The Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) di Bangkok, Thailand dan mengumumkan tujuh spesies hiu yang dilarang dibunuh.<br /> Hiu adalah jenis satwa yang mengalami pertumbuhan lambat dan perkembangbiakan yang jarang. Hilangnya hiu diyakini oleh para pakar akan merusak keseimbangan ekosistem kelautan di dunia dan menyebabkan ledakan jumlah ubur-ubur. Beberapa jenis hiu banyak ditangkap di perairan secara tidak sengaja, namun melihat nilai dagang sirip dan daging hiu, maka biasanya nelayan justru membunuhnya untuk dijual.<br />

<br />

<br />

<br />Foto dan Teks : Dedhez Anggara<br />

Lisensi

Pilih lisensi yang sesuai kebutuhan
Rp 3.000.000
Reguler
Editorial dan Online, 1024 px, 1 domain
Rp 7.500.000
Pameran dan Penerbitan
Pameran foto, Penerbitan dan Penggunaan Pribadi