MENANGKAL KEMARAU DENGAN POMPAURA

SUARA gimba (gendang) bertalu-talu mengiringi para penari. Sesekali tarian itu tidak karuan lantaran roh arwah merasukinya (trance). Sangguni (beras kuning) harus segera dihamburkan agar irama tari yang dimainkan perempuan dan laki-laki itu tetap berada dalam koridor kegembiraan menyambut pembersihan kampung untuk menangkal kemarau berkepanjangan.<br />Sore itu, upacara adat Pomparua digelar di Kelurahan Lasoani, Palu, Sulawesi Tengah. <br />

<br />

Upacara itu sudah turun temurun dilakukan oleh suku Kaili - etnis mayoritas yang berdiam di lembah Palu. Pompaura berarti mengembalikan, menyingkirkan atau membersihkan diri dan lingkungan, seraya bermohon kepada yang kuasa agar segala bencana, wabah penyakit, kesulitan hidup serta kemarau panjang dihindarkan. <br />

Laki-laki dan perempuan menari menyertai ritual pemanggilan roh

Tetua adat mempersembahkan sesajen

<br />Upacara adat pompaura dilakukan dari satu ke kampung lainnya secara bergiliran ketika musim Timur akan berganti menjadi musim Barat yang biasanya mengakibatkan kemarau panjang. Telah menjadi keyakinan warga setempat, segala macam bencana disebabkan oleh ulah manusia dan harus dibersihkan agar tidak menimbulkan kerusakan. Keserakahan, kesombongan, ketidakpedulian pada alam dan lingkungan serta berbagai sifat-sifat buruk lainnya dibersihkan dengan ritual Pompaura.<br />

<br />Pada prosesi adat itu, tergambar dengan jelas semangat kekeluargaan, kebersamaan dan gotong royong. Biaya yang dibutuhkan untuk pelaksanaan upacara adat ini ditanggung bersama. Setiap rumah tangga datang dengan ‘barang bawaan’ atau disebut Taki berbentuk nasi yang direbus daun pisang, dan bahan makanan lainnya. Taki juga bisa dalam bentuk bahan makanan seperti beras, gula pasir dan kopi atau teh, singkong, pisang dan atau yang lainnya. <br />

<br />Bagi warga yang punya kemampuan lebih, membawa ayam dan bahkan kambing. Tidak ada kewajiban untuk membawa barang bawaan ini, semua tergantung kerelaan atau kemampuan masing-masing. Sebagian dari barang bawaan ini kemudian dijadikan sesaji. Sisanya disantap bersama usai prosesi adat.<br />

Pesrsembahan sesajen ditandai dengan mengupas telur yang telah disiapkan sebelumnya

Diantara sesajen yang dipersembahkan itu terdiri dari nasi ketan, ayam dan telur

<br />Seminggu sebelumnya prosesi Pompaura dilaksanakan prosesi menau atau meminta izin kepada leluhur. Prosesi ini belum melibatkan orang banyak, biasanya hanya dilaksanakan oleh Tolanggara ataU tetua adat, yakni dengan mempersembahkan sesaji untuk para leluhur.<br />Melalui ritual adat ini seluruh warga suatu kampung memohon kepada tuhan yang maha kuasa, agar dihindarkan dan dilindungi dari berbagai macam bencana dan marabahaya, termasuk menghindarkan kampung dari kemarau panjang yang membuat warga tidak bisa bercocok tanam.<br />

<br />

<br />Naskah dan foto: Basri Marzuki<br />

Warga memanjat di pohon bambu tempat menggantungkan makanan utuk persembahan

Anak-anak menabuh gimba (gendang) untuk mengiringi ritual tarian memanggil roh

Ibu-ibu mempersiapkan sesajen untuk persembahan pada upacara adat Pomparua

Tetua adat mempersiapakn rangkai daun untuk memulai prosesi pembersihan diri dan pembersihan kampung

Tetua adat memercikkan rangakai daun yang telah dicelupkan di air kembang kepada setiap warga

Lisensi

Pilih lisensi yang sesuai kebutuhan
Rp 3.000.000
Reguler
Editorial dan Online, 1024 px, 1 domain
Rp 7.500.000
Pameran dan Penerbitan
Pameran foto, Penerbitan dan Penggunaan Pribadi