TSUNAMI DAN ACEH

Fanny Octavianus

Air itu hitam, setidaknya itu yang diingat Adi (37) saat ia membuka matanya di dalam terjangan air tsunami yang meluluhlantakan Aceh, 26 Desember, sepuluh tahun lalu.

Air itu juga yang membawa pergi sejumlah keluarganya bersama tak kurang dari 170 ribu nyawa lainnya di tanah yang disebut Serambi Mekah. Air itu membelalakan mata seluruh dunia dan menghitamkan dunia dengan duka.

Mulai hari itu, kata "tsunami" menancap di ingatan manusia. Dalam bahasa Jepang 'tsu' bermakna 'pelabuhan' sedangkan 'nami' berarti ombak. Tsunami lalu didefinisikan menjadi ombak besar yang dipicu oleh gempa, longsoran bawah laut dan letusan gunung api.

Pria beristirahat di bekas gedung RS Meuraxa, Ule Lheu, Banda Aceh.

Suasana lepas pantai di kawasan Ujong Pancu, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh.

Tsunami Aceh dipicu oleh gempa dengan kekuatan 9,3 skala Richter di lepas laut pantai barat Aceh. Di zona subduksi, lempeng samudera menghujam masuk ke bawah lempeng benua dan menggoncang air di Samudera Hindia, dan menciptakan gelombang raksasa yang tingginya lebih dari 15 meter. Sementara jangkauannya hingga ribuan kilometer hingga mencapai benua Afrika.

Ilmuwan memperkirakan kekuatan gempa itu melebihi dari dua kali total energi ledakan yang terjadi selama Perang Dunia 2, termasuk dua bom atom yang diledakan di Jepang. Bahkan tersebut gempa itu menggeser poros bumi sekitar satu cm. Maka tak mengherankan kiranya efek dari kejadian itu.

Aceh menjadi korban paling nahas dengan ratusan ribu korban jiwa dan luka, juga ternak, tempat tinggal serta infrastruktur lainnya, utamanya di kawasan pesisir pantai barat. Kondisi yang membuat dunia bersatu mengulurkan bantuannya. Aceh pun membangun diri. Bahkan berlebih sehingga banyak bangunan yang terbengkelai.

Sebuah rambu kawasan berbahaya tsunami terpasang di jalan menuju pantai wisata Babah Dua, Lampuuk, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh.

Seorang anak bermain motor di kawasan Ule Lheu, Banda Aceh.

Kini setelah sepuluh tahun, Aceh telah bangkit dari bencana alam paling mematikan yang pernah terekam dalam sejarah. Sebuah catatan ditorehkan dalam benak generasi yang hidup bahwa alam punya hukum sendiri.

Tanggul batu penahan ombak di kawasan Ule Lheu, Banda Aceh.

Hujan mengguyur kawasan Ujong Pancu, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh.

Ombak menerpa pantai di tak jauh dari Krueng Tunong Kecamatan Jaya, Aceh Jaya.

Teks dan foto: Fanny Octavianus

Lisensi

Pilih lisensi yang sesuai kebutuhan
Rp 3.000.000
Reguler
Editorial dan Online, 1024 px, 1 domain
Rp 7.500.000
Pameran dan Penerbitan
Pameran foto, Penerbitan dan Penggunaan Pribadi