RITUAL NYANGKU PANJALU

Adeng Bustomi

Aroma kemenyan yang dibakar menyeruak ketika rombongan sesepuh dan tokoh masyarakat Panjalu, Kabupaten Ciamis mulai keluar dari Bumi Alit, tempat penyimpanan pusaka peninggalan Prabu Borosngora. Dengan menggendong benda pusaka dalam balutan kain batik, rombongan berjalan perlahan sambil melantunkan sholawat. Barisan pasukan pengawal mengelilingi mereka sementara di belakangnya, penabuh gendang dan ratusan pengiring lain ikut mengantarkan pusaka menuju Situ Lengkong. Ribuan masyarakat dan peziarah pun turun ke jalan untuk menyaksikan secara langsung prosesi ritual yang dikenal dengan nama Nyangku tersebut. <br />

<br />

Nyangku merupakan ritual tahunan yang digelar pada akhir bulan Mulud (Rabiul Awal), berupa ritual jamasan atau pencucian benda-benda pusaka yang dulunya pernah dipakai untuk membela diri waktu menyebarluaskan agama Islam diantaranya pedang, cis, keris komando, keris pegangan para bupati Panjalu, Pancaworo, Bangreng, dan Gong. Perahu-perahu cantik pun menunggu di bibir situ, untuk membawa rombongan menyebrang menuju kompleks makam Prabu Borosngorauntuk melakukan pembacaan doa untuk menghormati jasa para leluhur yang telah menyebarkan agama Islam di Panjalu. <br />

<br />

Arak-arakan benda pusaka lantas menuju alun-alun Borosngora untuk dimandikan dengan air yang diambil dari sumber mata air di sekitar Panjalu. Belasan perempuan pun menyerahkan bambu bertuliskan asal daerah masing-masing kepada petugas pencuci benda pusaka. Seluruh air pun dikumpulkan dalam satu bak besar. Sementara itu, di panggung utama bungkus pusaka mulai dibuka. Setelah itu, satu per satu pusaka dibawa ke tempat pencucian yang terletak di tengah alun-alun. Pencucian pun dilakukan dengan mengguyur pusaka dengan air dan digosok dengan jeruk nipis. Setelah itu, pusaka akan dibawa kembali ke panggung untuk dibungkus dan disimpan kembali di Bumi Alit. <br />

<br />

Puncak prosesi nyangku bagi warga Panjalu terjadi usai proses pencucian. Petugas akan menyiram air yang tersisa ke ribuan warga yang memadati alun-alun. Warga setempat yang percaya air tersebut adalah air berkah pun berlomba–lomba mendapatkannya. Beberapa warga bahkan ada yang membawa botol untuk mendapatkan air lebih banyak. Sementara ada juga warga yang sudah puas meski hanya mendapat sedikit percikan air. <br />

<br />

Tradisi Nyangku ini konon telah dilaksanakan sejak zaman pemerintahan Prabu Borosngora, sebagai salah satu media dakwah Islam terutama di wilayah Panjalu. Nyangku sendiri memiliki arti nyaangan laku, yang dalam bahasa Sunda itu berarti menerangi perilaku. Karenanya ritual nyangku ini tak hanya sebagai ritual hura-hura tapi juga memiliki pesan luhur bagi masyarakat untuk terus memperbaiki perilaku dan membersihkan hati.<br />

<br />

<br />

Teks dan foto : Adeng Bustomi

Lisensi

Pilih lisensi yang sesuai kebutuhan
Rp 3.000.000
Reguler
Editorial dan Online, 1024 px, 1 domain
Rp 7.500.000
Pameran dan Penerbitan
Pameran foto, Penerbitan dan Penggunaan Pribadi