KATTO BOKKO, TRADISI MEMULIAKAN HASIL PANEN

Dewi Fajriani

Di bawah terik matahari puluhan warga tua, muda dan anak-anak bergotong royong memanen padi, pada rangkaian pesta adat Katto Bokko Kerajaan Adat Marusu di Kelurahan Baju Bodoa, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Padi yang dipanen adalah padi bulu varietas lokal langka bernama Ase Lapang yang telah dibudidayakan turun temurun selama berabad-abad di sawah To Rannu, lahan adat kerajaan yang khusus ditanami Ase Lapang sekali setahun.

Padi jenis Ase Lapang dulunya menjadi andalan petani Maros, namun karena masa panen yang terlalu panjang, kini hanya kerajaan Marusu saja yang mempertahankannya. Beras dari Ase Lapang berwarna putih terang, beraroma harum. Pada masa Presiden Soekarno, kebutuhan beras di Istana Negara dipasok dari Maros, selain itu Ase Lapang juga pernah menjadi andalan ekspor Makassar ke Malaka, Siam, Myanmar dan Makau pada abad 16.

Masyarakat yang memanen Ase Lapang harus menggunakan ani-ani, hasil panen diikat dalam rumpun ikatan-ikatan besar dan kecil, yang selanjutnya diarak menuju kompleks Balla Lompoa, istana Kerajaan Marusu di Baju Bodoa. Arak-arakan disambut prosesi adat yang dipimpin Raja Adat Marusu ke-24, Andi Waris Karaeng Sioja beserta pemuka adat dan keluarga kerajaan dan disaksikan tamu undangan.

Warga membersihkan padi yang baru saja dipanen untuk dibentuk menjadi rumpun pada rangkaian upacara adat Katto Bokko (panen raya) Kerajaan Adat Marusu di Bajubodoa, Maros Baru, Sulawesi Selatan.

Memotong batang padi menggunakan alat tradisional yaitu Ani-ani atau ketam pada rangkaian upacara adat Katto Bokko (panen raya) Kerajaan Adat Marusu di Bajubodoa, Maros Baru, Sulawesi Selatan.

Setelah itu rumpun padi disimpan secara khusus di Balla Lompoa yang nantinya menjadi bibit di musim tanam selanjutnya serta menjadi hidangan nasi pada gelaran Katto Bokko tahun depan.

Katto Bokko merupakan tradisi leluhur yang merupakan wujud rasa syukur kepada Tuhan atas hasil panen yang diperoleh tahun ini. Dan berharap hasil yang sama baiknya tahun mendatang.

Warga membersihkan padi Ase Lapang yang baru saja dipanen pada rangkaian upacara adat Katto Bokko (panen raya) Kerajaan Adat Marusu di Bajubodoa, Maros Baru, Sulawesi Selatan.

Warga membersihkan padi yang baru saja dipanen pada rangkaian upacara adat Katto Bokko (panen raya) Kerajaan Adat Marusu di Bajubodoa, Maros Baru, Sulawesi Selatan.

Warga bergotong royong memikul rumpun besar padi yang baru saja dipanen menuju Balla Lompoa pada rangkaian upacara adat Katto Bokko (panen raya) Kerajaan Adat Marusu di Bajubodoa, Maros Baru, Sulawesi Selatan.

Padi Ase Lapang dihiasi tanaman warna warni sebelum diarak menuju Balla Lompoa pada rangkaian upacara adat Katto Bokko (panen raya) Kerajaan Adat Marusu di Bajubodoa, Maros Baru, Sulawesi Selatan.

Raja Adat Marusu ke 24, Andi Waris Karaeng Sioja menerima hasil panen dengan prosesi adat di halaman Balla Lompoa pada rangkaian upacara adat Katto Bokko (panen raya) Kerajaan Adat Marusu di Bajubodoa, Maros Baru, Sulawesi Selatan.

Pemuka adat melakukan ritual menggunakan cermin dan sisir saat prosesi penerimaan hasil panen di Balla Lompoa pada rangkaian upacara adat Katto Bokko (panen raya) Kerajaan Adat Marusu di Bajubodoa, Maros Baru, Sulawesi Selatan.

Prosesi jamuan para tamu kerajaan lain di Sulsel bersama beserta tamu undangan pada rangkaian upacara adat Katto Bokko (panen raya) Kerajaan Adat Marusu di Bajubodoa, Maros Baru, Sulawesi Selatan.

Beras empat warna simbol kehidupan yaitu beras hitam bermakna tanah, beras kuning bermakna air, beras merah bermakna darah dan putih bermakna angin menjadi pelengkap rangkaian upacara adat Katto Bokko (panen raya) Kerajaan Adat Marusu di Bajubodoa, Maros Baru, Sulawesi Selatan.

Warga bergotong royong memindahkan rumpun besar padi di Balla Lompoa pada rangkaian upacara adat Katto Bokko (panen raya) Kerajaan Adat Marusu di Bajubodoa, Maros Baru, Sulawesi Selatan.

Warga mengarak padi yang baru saja dipanen menuju Balla Lompoa pada rangkaian upacara adat Katto Bokko (panen raya) Kerajaan Adat Marusu di Bajubodoa, Maros Baru, Sulawesi Selatan.

Foto dan Teks: Dewi Fajriani

Licencia

Elige la licencia que se adapte a tus necesidades
$ 200
Foto Historia Regular Licencia
Editorial y Online, 1024 px, 1 dominio
$ 500
Photo Story Exhibition & Publishing
Photo Exhibition & Publishing