REBA, SERUAN SYUKUR UNTUK LELUHUR

Rosa Panggabean

Mereka berkeliling membentuk lingkaran. Lelaki, perempuan, dan anak-anak, menghentakkan kaki bersama-sama. Sambil saling berpegangan tangan, mereka menggemakan irama nan rancak.

Adegan tersebut adalah bagian ritual adat Reba. Upacara adat yang diselenggarakan di Kampung Wogo, Kabupaten Ngada, Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Selain di kampung Wogo, upacara Reba juga diadakan di kampung-kampung lain dengan jadwal yang berbeda-beda di Kabupaten Ngada.

Seperti desa-desa kebanyakan saat ini, desa adat Wogo ini pun ditinggalkan warganya untuk berurbanisasi mencari kerja di kota. Pada saat Reba ini lah, sanak famili yang sudah hidup di kota, kembali ke desa untuk mengikuti perayaan tahunan Reba.

Dalam Reba, warga mengenakan baju adat, membawa pedang panjang (sau) dan tongkat warna-warni di Kampung Wogo, Kabupaten Ngada, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.

Persaudaraan dan keluarga adalah salah satu nilai yang dijunjung tinggi warga di Kampung Wogo, Kabupaten Ngada, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.

Ritual itu secara kasat mata akan terlihat sebagai sebuah pesta karena aktivitas makan, minum, dan menari bersama yang berlangsung selama tiga hingga empat hari. Namun sejatinya pesta itu adalah ungkapan syukur terhadap leluhur atas semua yang telah diberikan bumi terhadap kehidupan mereka.

Perayaan itu diawali dengan su‘i uwi. Pada malam su‘i uwi dilakukan acara makan minum bersama (ka maki Reba) sambil menunggu pagi. Kemudian para tetua suku adat bersama keluarga makan di madhu, bangunan adat yang menjadi simbol nenek moyang perempuan. Dalam acara ini, hanya lelaki yang diperbolehkan makan di dalam madhu. Dengan makan bersama di madhu, masyarakat dianggap memberi makan arwah leluhur mereka.

Pada pagi harinya, sebelum pelaksanaan upacara tari-tarian dan nyanyian diadakan misa inkulturasi di gereja yang dipimpin oleh seorang romo. Beberapa rangkaian upacara juga diiringi nyanyian gereja, dan menggunakan bahasa lokal Ngada.

Warga berjalan mengelilingi kampung, mengajak warga-warga yang masih tinggal di dalam rumah untuk memulai ritual Reba di Kampung Wogo, Kabupaten Ngada, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.

Para penari menggenggam pedang panjang (sau) dan tongkat warna-warni yang pada bagian ujungnya dihiasi dengan bulu kambing berwarna putih (tuba) bersiap mengikuti upacara Reba di Kampung Wogo, Kabupaten Ngada, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.

Setelah itu barulah warga melaksanakan upacara tari-tarian dan nyanyian ouwi. Beramai-ramai mereka melakukan gerakan maju mundur bersama-sama. Di sela-sela tarian, seorang mama menuangkan arak ke dalam tempurung kelapa dan disesap bergantian ke seluruh peserta reba.

Selama upacara Reba berlangsung diiringi oleh tarian para penari yang menggenggam pedang panjang (sau) dan tongkat warna-warni yang pada bagian ujungnya dihiasi dengan bulu kambing berwarna putih (tuba).

Reba digunakan untuk mengevaluasi segala hal tentang kehidupan bermasyarakat pada tahun sebelumnya yang telah dijalani masyarakat Ngada. Masyarakat meminta petunjuk kepada tokoh agama dan tokoh adat untuk dapat menjalani hidup lebih baik pada tahun yang baru.

Tua muda, laki-laki, perempuan, dan anak-anak membentuk lingkaran, menari dan menyanyi (oouwi) di Kampung Wogo, Kabupaten Ngada, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.

Warga mengantre hosti dalam misa inkulturasi sebelum perayaan Reba di Kampung Wogo, Kabupaten Ngada, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.

Bersyukur pada leluhur dan menjaga persaudaraan menjadi inti dari Reba. Sesuatu yang kerap dilupakan generasi masa kini.

Anak-anak membawa lilin dalam misa inkulturasi sebelum ritual Reba di Kampung Wogo, Kabupaten Ngada, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.

Tanpa lelah mereka menari dan menyanyi dalam ritual tersebut di Kampung Wogo, Kabupaten Ngada, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.

Hanya laki-laki yang diperbolehkan makan di bangunan adat bernama Madhu pada malam sebelum ritual Reba di Kampung Wogo, Kabupaten Ngada, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.

Makanan yang disajikan untuk makan bersama di Madhu (bangunan adat yang menjadi simbol nenek moyang perempuan) di Kampung Wogo, Kabupaten Ngada, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.

Warga makan bersama di bangunan adat bernama Madhu pada malam sebelum ritual Reba di Kampung Wogo, Kabupaten Ngada, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.

Foto dan Teks: Rosa Panggabean

Lisensi

Pilih lisensi yang sesuai kebutuhan
Rp 3.000.000
Reguler
Editorial dan Online, 1024 px, 1 domain
Rp 7.500.000
Pameran dan Penerbitan
Pameran foto, Penerbitan dan Penggunaan Pribadi