PEREMPUAN PENGGENGGAM KARAT

Muhammad Adimaja

Pagi itu, kepulan asap mesin las pemotong besi menyeruak di kawasan Cilincing, Jakarta Utara. Surati (55) sesekali menyeka debu potongan besi yang menempel di wajahnya yang terlihat semakin mengeriput.

Surati adalah satu dari 12 perempuan di Cilincing, Jakarta Utara, yang berprofesi sebagai pencari karat besi. Berbekal keranjang persegi kecil dan tongkat magnet, Surati dan kawan-kawannya mencari tiap keping karat yang menempel pada besi kapal yang dibelah.

Demikian pula Datri (61), ia sudah bekerja mencari besi karat selama 17 tahun. Datri terpaksa mengambil pekerjaan guna menyambung hidup usai ditinggal suaminya.

Aminah mengayuh sepedanya saat akan mulai bekerja di kawasan Belah Kapal, Cilincing, Jakarta Utara.

Aminah (kiri) dan Datri (tengah) memeriksakan tekanan darah kepada tukang tensi keliling di kawasan Belah Kapal, Cilincing, Jakarta Utara.

Datri dan Surati mampu mengumpulkan karat besi sebanyak empat sampai lima kuintal dari setiap kapal yang dibelah. Akan tetapi pekerjaan mereka tidak selalu datang tiap hari, tergantung dari ada atau tidaknya kapal yang akan dibelah. Karat tersebut kemudian dikumpulkan ke pengepul. Untuk setiap harga karat yang dikumpulkan, ia menjual seharga Rp20.000 per kuintal.

Pekerjaan sebagai pencari besi karat tentu memiliki risiko yang tinggi bagi kesehatan. Akan tetapi mereka menyatakan terpaksa melakukan itu karena tak ada lagi pilihan lain yang bisa dikerjakan. Mereka melakukan ini sebagai perjuangan demi menyambung hidup.

Sadar akan risiko yang dihadapi dari pekerjaannya, Surati bersama dengan 12 perempuan lainnya rutin memeriksa kesehatan tiap seminggu sekali. Misalnya hanya sekedar mengecek tekanan darah ke ke tukang tensi keliling dengan ongkos Rp2.000 untuk sekali periksa.

Aminah menghirup oksigen murni yang keluar dari truk pembawa oksigen murni di kawasan Belah Kapal, Cilincing, Jakarta Utara.

Dua pencari besi karat berbincang saat beristirahat di kawasan Belah Kapal, Cilincing, Jakarta Utara.

Terkadang mereka juga melakukan terapi seadanya dengan menghirup oksigen murni dari tangki pengisian oksigen untuk kebutuhan alat las pemotong kapal-kapal bekas. "Lumayan terapi gratis, katanya bisa nyembuhin penyakit soalnya ini pas corona dicari-cari orang," kata dia.

Hidup sebagai pencari karat tidaklah mudah. Pilihan bertahan maupun mencari pekerjaan baru menurut mereta juga sama saja susah. Maka Surati, Datri dan 11 perempuan lainnya hanya mencoba berdamai dan berdoa agar nasib apes tak menimpa mereka.

 

Surati beristirahat di antara tumpukan besi karat di kawasan Belah Kapal, Cilincing, Jakarta Utara.

Sejumlah perempuan pencari besi karat berjalan usai bekerja di kawasan Belah Kapal, Cilincing, Jakarta Utara.

Detail wajah perempuan pencari besi karat di kawasan Belah Kapal, Cilincing, Jakarta Utara.

Pencari besi karat berjalan di kawasan Belah Kapal, Cilincing, Jakarta Utara.

Aminah mencari besi karat di kawasan Belah Kapal, Cilincing, Jakarta Utara.

Pencari besi karat mengambil besi karat yang terjatuh di tanah di kawasan Belah Kapal, Cilincing, Jakarta Utara.

Aminah (kiri) bersama rekannya mengerok karat yang menempel pada besi kapal di kawasan Belah Kapal, Cilincing, Jakarta Utara.

Aminah menunjukan besi karat di kawasan Belah Kapal, Cilincing, Jakarta Utara.

Surati (kiri) bersama rekannya beristirahat sejenak usai mencari besi karat di kawasan Belah Kapal, Cilincing, Jakarta Utara.

Seorang perempuan pencari besi karat berjalan di kawasan Belah Kapal, Cilincing, Jakarta Utara.

Foto dan Teks: Muhammad Adimaja

Editor : Andika Wahyu

Lisensi

Pilih lisensi yang sesuai kebutuhan
Rp 3.000.000
Reguler
Editorial dan Online, 1024 px, 1 domain
Rp 7.500.000
Pameran dan Penerbitan
Pameran foto, Penerbitan dan Penggunaan Pribadi