MINYAK KELAPA DARI PULAU SIMEULEU MENJANGKAU PASAR LUAR NEGERI

Syifa Yulinnas

Pulau Simeulue merupakan salah satu pulau penghasil buah kelapa terbesar di bagian pantai barat selatan Provinsi Aceh. Pulau yang terpisah dari Pulau Sumatera ini masih dikategorikan sebagai daerah tertinggal sehingga untuk memenuhi berbagai kebutuhan bahan pokok warga setempat harus didatangkan dari Aceh. Sementara untuk mata pencaharian masyarakat di pulau tersebut umumnya dibidang perkebunan, pariwisata, dan nelayan.

Untuk bisa sampai ke Pulau Simeulue harus menempuh perjalanan sekitar 150 km dari Ibu Kota Provinsi Aceh, Banda Aceh, dengan waktu kurang lebih empat jam menggunakan transportasi darat dan 15 jam menggunakan transportasi laut dari Pelabuhan Calang Kabupaten Aceh Jaya, Pelabuhan Kuala Bubon Kabupaten Aceh Barat, dan Pelabuhan Labuhan Haji di Kabupaten Aceh Selatan.

Pulau terluar yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia dan dikelilingi ribuan pohon di sekitar pantai itu lebih dikenal sebagai pulau penghasil buah kelapa. Kelapa dalam bahasa lokal di Kabupaten Simeulue disebut bonol dan bonio.

Foto Udara hamparan pohon kelapa di peisir pantai Desa Nancala, Teupah Barat, Simeulue, Aceh.

Foto Udara hamparan pohon kelapa di kawasan Pantai Pasie Lembang, Kluet Selatan, Aceh Selatan, Aceh.

Potensi yang dimiliki Pulau Simeuleu itu kemudian menarik seorang investor dari Selandia Baru, Jane Dunlop, untuk berinvestasi lalu mendirikan pabrik industri pengolahan buah kelapa PT Green Enterprises Indonesia yang memproduksi minyak kelapa virgin coconut oil (VCO), coconut cooking oil (CCO), dan tepung.

Kehadiran pabrik tersebut memberikan peluang bagi masyarakat lokal dalam meningkatkan perekonomiannya karena mampu menaikkan harga jual buah kelapa di Pulau Simeulue.

Industri pembuatan minyak kelapa murni yang mempekerjakan sekitar 40 hingga 60 pekerja lokal itu selain memasok buah kelapa dari petani setempat juga mendatangkan buah kelapa dari Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Aceh Barat Daya, Pulau Nias, dan Pulau Banyak dengan harga antara Rp2.800 sampai Rp 3.000 per kilogram.

Tumpukan buah kelapa organik di gudang minyak kelapa murni PT Green Enterprises Indonesia di Desa Kota Batu, Simeulue Timur, Simeulue, Aceh.

Pekerja mengangkut dan menyortir buah kelapa sebelum proses pembuatan minyak kelapa murni.

Dalam sehari pabrik ini mampu mengolah 10 ton buah kelapa dengan menghasilkan 600 sampai 700 kilogram minyak VCO yang kemudian diekspor ke Inggris, Belanda, Prancis, Jepang dan Amerika Serikat dengan harga jual 4 dolar AS hingga 6 dolar AS per kilogram.

Industri pengolahan minyak kelapa yang telah memiliki sertifikat organik itu dalam berproduksi juga memerhatikan sistem keberlanjutan dengan petani setempat melalui pemberian bantuan bibit, program peremajaan kelapa serta pembinaan petani dengan mengajarkan cara dan metode terbaik agar produktifitas kelapa tetap terjaga sehingga memicu minat dan permintaan minyak kelapa untuk pasar luar Negeri.

Pekerja melakukan pengupasan dan penyucian buah kelapa untuk pembuatan minyak kelapa murni.

Pekerja mencuci daging buah kelapa sebelum diolah menjadi minyak kelapa murni.

Pekerja mencuci buah kelapa setelah proses pengupasan untuk diolah menjadi minyak kelapa murni.

Pekerja menggunakan mesin produksi melakukan pembuatan minyak kelapa murni.

Pekerja mengumpulkan ampas buah kelapa usai proses pengambilan inti santan untuk pembuatan minyak kelapa murni.

Pekerja menunjukkan daging buah kelapa dan hasil produksi minyak kelapa murni.

Pekerja melakukan pengemasan hasil produksi minyak kelapa murni.

Pekerja menempelkan label merek produksi minyak kelapa murni.

Pekerja memeriksa hasil produksi minyak kelapa murni yang telah dikemas.

Foto dan teks : Syifa Yulinnas

Editor : R Rekotomo

Lisensi

Pilih lisensi yang sesuai kebutuhan
Rp 3.000.000
Reguler
Editorial dan Online, 1024 px, 1 domain
Rp 7.500.000
Pameran dan Penerbitan
Pameran foto, Penerbitan dan Penggunaan Pribadi