MELESTARIKAN BUDAYA IKAT KEPALA GETANG

Fakhri Hermansyah

Kain tradisional menjadi salah satu identitas budaya di setiap daerah, termasuk Belitung yang memiliki kain ikat kepala yang biasa disebut getang.

Berawal dari keresahan Bahrul Ulum, pemuda asli Belitung yang meneliti tentang ikat kepala traditional khas daerahnya tersebut. Pemuda 23 tahun yang merupakan peneliti Lembaga Adat Melayu di Belitung Timur tersebut menemukan bahwa ikat kepala Getang identitas budaya yang masuk ke wilayah tersebut pada abad ke-7.

Getang memiliki aneka bentuk dan filosofinya masing-masing, seperti getang cacak yang dipakai pengantin pada acara pernikahan dengan filosofi tanduk kancil yang dipercaya untuk menambah wibawa dan kharisma. Kedua, getang cacak yang digunakan masyarakat untuk masuk ke hutan dan ketiga getang budor dan getang bunga padi yang dipakai oleh pejabat pemerintahan untuk menambah kewibawaan.

Pekerja mewarnai kain batik motif kater yang akan dijadikan sebagai ikat kepala Getang. Budaya Ikat Kepala Bgaye Belitung Timur Kain

ACE Budaya Ikat Kepala Bgaye Belitung Timur Kain

Bahan dasar getang awalnya dibuat orang Belitung menggunakan batik dan cindai tenun dengan warna yang mencolok. Bahrul kemudian berinovasi dengan membuat getang menggunakan warna lebih lembut dan bahan yang lebih kekinian yang lebih diterima pasar, seperti songket.

Tahun 2021, pemuda Belitung itu kemudian membuat merek usaha Bgaye. Bgaye dalam bahasa Belitung memiliki dua arti keren dan sombong. Nama itu dipilihnya untuk membangkitkan semangat agar membuat getang keren dan dibanggakan masyarakat Belitung Timur.

Awal perjalanan usahanya, Bahrul bermodalkan Rp200 ribu untuk membuat getang yang dijual di galerinya dan secara daring. Dia mempekerjakan tiga pegawai untuk memproduksi getang. Ia bekerja sama dengan UMKM produsen anyaman pohon lais untuk membuat kemasan Bgaye. Kemasan dari anyaman tersebut bertujuan untuk mengurangi penggunaan plastik dan menambah nilai produk setelah mengikuti bimbingan Gernas BBI.

Pekerja menjahit kain yang dibuat menjadi ikat kepala Getang. Budaya Ikat Kepala Bgaye Belitung Timur Kain

Produk ikat kepala getang yang siap dikemas. Budaya Ikat Kepala Bgaye Belitung Timur Kain

Bahan pewarna yang dipakai getang buatan Bgaye menggunakan bahan alam seperti akar mengkudu, kulit mangrove, akar pohon bakau dan kulit buah ceri. Menurut Bahrul, penggunaan pewarna alami bertujuan untuk menjaga lingkungan dari limbah pewarna yang dipakai. Produk ini pun telah dipesan untuk acara G20, karena penggunaan bahan alami yang ramah lingkungan.

Tak hanya untuk mendapatkan keuntungan semata, Bahrul juga bercita-cita memperkenalkan budaya khas Belitung Timur ke masyarakat luas yang berkunjung ke Belitung dari produk getang Bgaye dijualnya dengan harga Rp90 ribu hingga Rp120 ribu itu.

Kini, Getang Bgaye membawa Bahrul lolos kurasi Usaha Kecil Menengah (UKM) pada program Gernas BBI Cahaya Bangka Belitung. Dia mengikuti pelatihan selam tiga bulan sejak Februari hingga Mei 2022, dan Getang berhasil menjadi lima UMKM juara pada kegiatan tersebut. Pembinaan dan pelatihan Gernas BBI menurut Bahrul mengedukasi para pelaku UMKM tentang cara berinovasi memasarkan produk agar dapat bersaing di pasar nasional maupun internasional.

Produk ikat kepala Getang menggunakan kemasan anyaman dari pohon lais.

Bahrul Ulum (23) menunjukkan toko digital yang menjual produk Getang Bgaye.

Foto dan Teks : Fakhri Hermansyah

Editor : Puspa Perwitasari

Lisensi

Pilih lisensi yang sesuai kebutuhan
Rp 3.000.000
Reguler
Editorial dan Online, 1024 px, 1 domain
Rp 7.500.000
Pameran dan Penerbitan
Pameran foto, Penerbitan dan Penggunaan Pribadi